Mahasiswa Didorong Jadi Rasional dari Empat Jenis Pemilh

Pemilih dalam Pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 dapat terbagi ke dalam empat jenis pemilih. Menurut pakar Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Sospol), satu jenis pemilih harus didorong mengemuka di Pilkada 2024.
Dr. M. Ahyar Fadly, Pakar Sospol di Nusa Tenggara Barat (NTB) mengatakan, pemilih bisa terbagi empat, yaitu pemilih rasional, pemilih kritis, pemilih tradisional, dan pemilih skeptis. Peta pemilih skpetis kemudian dapat berkembang menjadi dua.
Pendapat itu dikemukakan Ahyar di tengah Sesi Dua Opini Publik dan Klarifikasi Radio Republik Indonesia (RRI) Mataram, Senin (14/10/2024). Sesi Dua merupakan sesi bersama narasumber.
“Posisi mahasiswa saya harap di pemilih rasional,” kata M. Ahyar Fadly, yang juga Rektor Institut Agama Islam Qamarul Huda Lombok Tengah.
Menurut Ahyar, lebih bagus lagi pemilih kritis karena berkaitan dengan kebijakan atau problem solving dari pasangan calon. Mahasiswa didorong untuk membedah kebijakan yang dipilih pasangan calon.
“Calon jangan hanya dilihat sepintas, tapi harus tahu program yang ditawarkan,” kata Ahyar.
Keinginan untuk menjadi pemilih rasional, kata Ahyar, supaya mahasiswa tidak melihat Pilkada tidak sebatas ideologi Partai politik (Parpol). Pemilih yang cenderung melihat ideologi Parpol adalah pemilih yang kritis.
Pada situasi melihat ideologi partai politik maka pemilih kritis berpotensi mendukung calon dari ideologi partai politik. Bahkan ke depan akan mendirikan Parpol baru.
Pemilih tradisional, sebut Ahyar, memiliki karakter sejalan dengan Parpol dan berbasis kader. Pemilih ini terlihat dalam fenomena Partai Kebangkitan Bangsa yang dekat dengan Nahdlatul Ulama.
“Sama halnya dengan Partai Amanat Nasional dengan Muhammadiyah,” kata Ahyar.
Pemilih skeptis, tutur Ahyar, juga bisa berpotensi melahirkan Golongan Putih (golput) atau menjadi pemilih fragmatis. Berbeda dengan pemilih rasional yang tepat bagi mahasiswa untuk belajar tentang ideologi Parpol dan mampu melahirkan pemimpin besar.
“Bisa keluar dari pemilih fragmatis, apa lagi yang merusak adalah suatu keberuntungan bagi muda,” tutur Ahyar.
Tulis Komentar