Header Ads

Tingkat Pengangguran Terbuka di NTB Turun


Mataram – Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) NTB terus menurun dari tahun ke tahun. Pada 2013, TPT NTB sebesar 5,38 persen, turun menjadi 3,27 persen pada Februari 2019.
Meskipun TPT turun, namun angka pengangguran tersembunyi masih cukup tinggi. Pengangguran tersembunyi adalah masyarakat yang setengah menganggur dan bekerja paruh waktu atau mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu.
Kepala Bidang Pembangunan Sosial dan Budaya Bappeda NTB, Lalu Hasbul Wadi mengakui bahwa pengangguran tersembunyi masih tinggi di NTB. Salah satu upaya yang dilakukan Pemprov NTB  adalah melakukan akselerasi dalam penciptaan lapangan kerja baru. Lewat program industrialisasi dan menarik sebanyak-banyaknya investor, baik dalam dan luar negeri berinvestasi ke NTB.
‘’Karena kalaupun kita sudah tingkatkan produktivitas, kompetensi tenaga kerja. Tapi lapangan pekerjaan tidak tersedia, masih terbatas. Maka tetap akan menjadi pengangguran tersembunyi. Sehingga  investasi untuk perluasan kerja itu perlu didorong ke depan,’’ kata Hasbul Wadi dikonfirmasi Suara NTB, Jumat, 27 September 2019 siang.
Berdasarkan data BPS, jumlah angkatan kerja pada Februari 2019 sebanyak 2.489.388 orang, naik 30.367 orang dibanding Februari 2018. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Februari 2018 sebesar 69,83 persen sedangkan pada Februari 2019 menjadi 69,62 persen. Penduduk yang bekerja sebanyak 2.408.095 orang, bertambah 32.284 orang dari Februari 2018.
Sebanyak 1.635.422 orang (67,91 persen) bekerja pada kegiatan informal dan sebanyak 772.673 orang bekerja di kegiatan formal . Selama setahun terakhir (Februari 2018-Februari 2019), pekerja informal turun sebesar 3,60 persen.
Persentase tertinggi pada Februari 2019 adalah pekerja penuh (jam kerja minimal 35 jam per minggu) sebesar 60,36 persen. Sedangkan penduduk yang bekerja dengan jam kerja 1-7 jam memiliki persentase yang paling kecil, yaitu sebesar 5,78 persen. Sementara itu, pekerja tidak penuh terbagi menjadi dua, yaitu pekerja paruh waktu (25,40 persen) dan pekerja setengah penganggur (14,24 persen).
Penyerapan tenaga kerja hingga Februari 2019 masih didominasi oleh penduduk bekerja berpendidikan SD ke bawah sebanyak 1.043.227 orang (43,32 persen). SMA sebanyak 463.551 orang (19,25 persen), SMP sebanyak 354.700 orang (14,73 persen), dan SMK sebanyak 149.951 orang (6,23 persen). Sementara itu, penduduk bekerja berpendidikan tinggi (Diploma ke atas) ada sebanyak 396.666 orang (16,47 persen) mencakup 59.547 orang berpendidikan Diploma I/II/III dan 337.119 orang berpendidikan Universitas.
Dalam setahun terakhir, persentase penduduk bekerja yang meningkat adalah mereka yang berpendidikan SMK (1,36 persen poin) dan Universitas (4,74 persen poin). Sementara penurunan persentase terutama pada penduduk bekerja berpendidikan SD ke bawah (2,10 persen poin), SMP (3,45 persen poin), dan SMA (0,56 persen poin)
Hasbul Wadi mengatakan, penanganan pengangguran di perkotaan dan pedesaan dilakukan dengan penanganan yang berbeda. Untuk perkotaan, biasanya kesempatan kerja lebih banyak dibandingkan pedesaan.
Di pedesaan, sektor pertanian perlu mendapat perhatian yang serius. Pengembangan sektor pertanian, peternakan, kelautan dan perikanan perlu dikembangkan lagi ke arah olahan pascapanen.
‘’Kalau di kota multisektor, sangat kompleks. Sampai industri olahan persampahan perlu kita dorong ke depan. Kota ini ada masalah dengan persampahan. Di kota juga ada sentra industri kreatif. Perlu didukung pemerintah kota terhadap pengembangan industri kreatif,’’ ujarnya. (PN)




No comments

Powered by Blogger.