Ya nggak akanlah (merugikan pariwisata, Red), artinya tidak akan terjadi.
Denpasar (ANTARA) - Sekretaris Daerah Provinsi (Sekdaprov) Bali Dewa Made Indra menilai bahwa draf Rancangan Undang-Undang Kitab Hukum Pidana (RKUHP) pasti telah mempertimbangkan kondisi pariwisata, khususnya yang gencar mendapat penolakan yaitu soal pasal perzinaan.

"Ya nggak akanlah (merugikan pariwisata, Red), artinya tidak akan terjadi. Pasti yang merancang produk hukum punya pertimbangan yang sangat luas, kondisi Indonesia dan daerah pariwisata pasti akan dipertimbangkan," kata Sekda Bali itu, Minggu, menanggapi polemik pasal RKUHP terkait di tengah pariwisata Pulau Dewata yang mulai bangkit.

Di Denpasar, Minggu (23/10) malam, Sekda Made Indra mengatakan bahwa tak salah apabila asosiasi pengusaha khususnya perhotelan mengungkapkan kekhawatirannya terhadap rancangan yang beredar, karena hal tersebut justru dapat dijadikan bahan diskusi sebelum RKUHP disahkan.

"Itu kan baru perkiraan-perkiraan, RKUHP-nya belum dibacakan, tapi bagus kalau ada tanggapan terhadap rancangan itu, bagus menjadi bahan masukan. Itu belum final masih disosialisasikan terus," ujarnya kepada media usai menutup Festival Seni Bali Jani 2022.

Dewa Made Indra menuturkan bahwa RKUHP merupakan rencana pembentukan regulasi yang telah lama bergulir, dan wajar menerima respons beragam dari masyarakat, maka itu sosialisasi yang menyeluruh kepada seluruh lapisan masyarakat menjadi penting.

Ia meyakini bahwa keluhan yang muncul dari draf regulasi tersebut akan dicatat sebagai daftar inventarisasi masalah yang akan dibahas selanjutnya, sehingga masyarakat diminta tak terburu-buru mengambil kesimpulan.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Budi Santoso Sukamdani sebelumnya secara daring di Jakarta, Kamis (20/10), menyatakan bahwa pasal perzinaan yang dimasukkan ke dalam draf RKUHP dipastikan merugikan dunia usaha terutama bidang pariwisata dan perhotelan.

“Dapat dipahami bahwa aturan pidana perzinaan sangat erat kaitannya dengan perilaku moral, namun sesungguhnya perbuatan itu termasuk pada ranah privat yang seharusnya tidak diatur oleh negara dan tak dianggap sebagai perbuatan pidana,” kata Hariyadi.

Menurutnya, substansi dari isi pasal perzinaan tersebut akan membuat wisatawan beralih ke negara lain, sehingga menurunkan pariwisata Indonesia karena berdasarkan asas teritorial, setiap orang yang masuk ke Indonesia wajib tunduk terhadap hukum yang berlaku, dan turis asing yang tak terikat hubungan pernikahan dapat terjerat pidana.